MENGAYUH
TANPA RAYU
Mengayuh pasti dengan roda yang terus memutar-mutar
70 tahun lalu aku diperjuangkan dan dibebaskan dari
belenggu rantai jerat
Sedikit saja aku berjalan di depannya, segerahlah
aku ditarik mundur
Hingga tersungkur-sungkur
Merangkak . . .
Kehilangan kestabilan badan
Pemudaku. . .
. . pemudaku. . . . . pemudaku. . . .
Tolonglah aku. . . .
Bawalah merah dan putih yang bersatu ini ke angkasa
dengan kain-kain yang kau buat dengan lilitan keikhlasan
Pemudiku. . . . . pemudiku. . . . . . pemudiku. . .
. .
Bantu pula mereka dengan kelembutan hati sosokmu
Akan ku berikan jiwa ragaku. . . kesuburan yang
tiada tara
Bahkan tongkat pun kan menjadi tanaman yang dapat
kau manfaatkan
Apa jadinya aku tanpamu?
Dengan gagah kau membentengiku
Hanya dengan bambu kuning berlaras tajam kau
teriakan
“Allahu Akbar”
“Tuhan Bersama Kita” dan kau lanjutkan dengan
“MERDEKA”
Usia ku mulai tua, sobat . . .
Berikan kado untukku
Kalau engkau berpikir memberi ku BATU AKIK yang kini
lebih dari BERLIAN, kau salah!
Jikalau boleh, aku hanya mau dijaga olehmu bukan
mereka
Mereka menjajahmu dulu, jangan kau mau dijajah oleh
tutur manisnya.